Banjir lagi  

Menurut catatan saya pada tahun lalu (2007), pada tanggal 1 dan 6 februari terjadi banjir yang sangat luas di jabotabek. Banjir saat itu meluluhlantahkan hampir segala sektor, terutama Perkantoran di Jakarta, perumahan2 dikota Satelit digenangi banjir. Namun beberapa Perumahan elit di daerah yang dekat laut malah tidak banjir. Saya pun mencatat rumah saya kebanjiran sampai 20 senti-an. Syukurlah, mengingat beberapa komplex disekitar rumah banjirnya sudah setinggi atap, tapi akses untuk keluar menjadi sangat terbatas.

Tanggal 1 februari kemarin, nyaris terjadi dejavu. Banjir dengan skala yang hampir sama menghampiri menjelang Imlek. Lalu timbul pertanyaan yang agak rasial / SARA (maaf), mengapa menjelang Imlek rumah saya harus kemasukan air banjir..? Tentunya pertanyaan ini sangat naif, tapi kadang menghinggapi hampir setiap orang yang mengeluh kebanjiran. 

Padahal Infrastruktur dan mental manusia yang menjadi permasalahan kita semua. Banjir kanal Barat dan Timur yang mandek pekerjaannya, masyarakat yang tidak mempedulikan lingkungan. Pengembang yang tidak mempedulikan tata kota, pejabat yang berwenang yang menyilahkan pengembang untuk menguasai suatu lahan hijau dengan hanya iming2 rupiah. Semuanya kembali kepada mental manusia, terutama Pejabat yang berwenang.

Trus kalau banjir trus2an seperti ini, dan skalanya bukan lagi 5 tahunan, apa solusinya..? Apabila pemerintah Pusat dan Daerah masih memakai cara2 lama alias NATO (No Action, Talk Only), maka beberapa tahun lagi tempat tinggal kita akan menjadi tempat "WISATA AIR"

0 komentar: to “ Banjir lagi