Syekh Nawawi Al-Bantani
11 Februari 2012
Sayid ’Ulamail Hijaz adalah gelar yang  disandangnya.  Sayid adalah penghulu, sedangkan Hijaz wilayah Saudi  sekarang, yang di  dalamnya termasuk Mekah dan Madinah. Dialah Syekh  Muhammad Nawawi, yang  lebih dikenal orang Mekah sebagai Nawawi  al-Bantani, atau Nawawi al-Jawi  seperti tercantum dalam kitab-kitabnya.
Al-Bantani menunjukkan bahwa ia berasal dari Banten,  sedangkan sebutan al-Jawi mengindikasikan musalnya yang Jawah,   sebutan untuk para pendatang Nusantara karena nama Indonesia kala itu   belum dikenal. Kalangan pesantren sekarang menyebut ulama yang juga   digelari asy-Syaikh al-Fakih itu sebagai Nawawi Banten.
Muhammad  Nawawi lahir pada 1230 H (1815 M) di Tanara,  sekitar 25 km arah utara  Kota Serang. Ayahnya, Umar ibnu Arabi, adalah  penghulu setempat. Ia  sendiri yang mengajar putra-putranya (Nawawi,  Tamim, dan Ahmad)  pengetahuan dasar bahasa Arab, Fikih, dan Tafsir.
Kemudian  mereka melanjutkan pelajaran ke Kiai Sahal,  masih di Banten, dan  setelah itu mesantren ke Purwakarta, Jawa Barat,  kepada Kiai Yusuf yang  banyak santrinya dari seluruh Jawa. Masih remaja  ketika mereka  menunaikan ibadah haji, Nawawi baru berusia 15 tahun, dan  tinggal  selama tiga tahun di mekah. Tapi, kehidupan intelektual Kota  Suci itu  rupanya mengiang-ngiang dalam diri si sulung, sehingga tidak  lama  setelah tiba di Banten ia mohon dikembalikan lagi ke Mekah. Dan di   sanalah ia tinggal sampai akhir hayatnya. Ia wafat pada 25 Syawwal 1314   H/1897 M. Kabar lain menyebutkan kembalinya ke Tanah Suci, setelah   setahun di Tanara meneruskan pengajaran ayahnya, disebabkan situasi   politik yang tidak menguntungkan. Agaknya keduanya benar.
Di  Mekah, selama 30 tahun Nawawi belajar pada  ulama-ulama terkenal  seperti Syekh Abdul Gani Bima, Syekh Yusuf  Sumbulaweni, Syekh Nahrawi,  dan Abdul Hamid Daghestani, selain pada  Khatib Sambas, pemimpin tarekat  Qadiriah, penulis kitab Fathul Arifin,  bacaan pengamal tarekat  di Asia Tenggara. Samba juga merupakan guru  tokoh di balik  pemberontakan petani Banten (1888), KH Abdul Karim alias  Kiai Agung,  yang menjelang ajal sang guru dipanggil kembali ke Mekah  untuk  menggantikan kedudukannya.
Dalam penggambaran  Snouck Hurgronje, Syekh Nawawi  adalah orang yang rendah hati. Dia  memang menerima cium tangan dari  hampir semua orang di Mekah,  khususnyan orang Jawa, tapi itu hanya  sebagai penghormatan kepada ilmu.  Kalau ada orang yang meminta  nasihatnya di bidang fikih, dia tidak  pernah menolaknya.
Snouck Hurgronje pernah  menanyakan, mengapa dia tidak  mengajar di Masjid al-Haram, Syekh Nawawi  menjawab bahwa pakaiannya  yang jelek dan kepribadiannya yang tidak  cocok dengan kemulian seorang  profesor berbangsa Arab. Sesudah itu  Snouck mengatakan bahwa banyak  orang yang tidak berpengetahuan tidak  sedalam dia, toh mengajar di sana  juga. Nawawi menjawab, “Kalau mereka  diizinkan mengajar di sana,  pastilah mereka cukup berjasa untuk  itu”.(Lihat, Steenbrink, Beberapa  Aspek tentang Islam di Indonesia, h. 117-122).
Pada  tahun 1860-1970, Nawawi mulai aktif memberi  pengajaran. Tapi itu  dijalaninya hanya pada waktu-waktu senggang, sebab  antara tahun-tahun  tersebut ia sudah sibuk menulis buku-buku. Di antara  murid-muridnya  yang berasal dari Indonesia adalah:
- KH Hasyim Asy’ari, Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Kelak bersama KH Wahab Hasbullah mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).
- KH Khalil, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
- KH Mahfudh at-Tarmisi, Tremas, Jawa Timur.
- KH Asy’ari, Bawean, yang kemudian diambil mantu oleh Syekh Nawawi dinikahkan dengan putrinya, Nyi Maryam.
- KH Nahjun, Kampung Gunung, Mauk, Tangerang, yang dijadikan mantunya (cucu).
- KH Asnawi, Caringin, Labuan (kelak memimpin Sarekat islam di Banten).
- KH Ilyas, Kragilan, Serang.
- KH Abdul Ghaffar, Tirtayasa, Serang.
- KH Tubagus Bakri, Sempur, Purwakarta.
- KH Mas Muhammad Arsyad Thawil, Tanara, Serang, yang kemudian dibuang Belanda ke Manado, Sulawesi Utara, karena peristiwa Geger Cilegon.
Mata pelajaran yang diajarkan Nawawi meliputi Fikih,  Ilmu Kalam, Tasawuf/Akhlak, Tafsir, dan Bahasa Arab.
Karya-karyanya
Setelah  tahun 1870 Nawawi memusatkan kegiatannya  hanya untuk mengarang. Dan  boleh dikata, Nawawi adalah penulis yang  subur, kurang lebih dari 80  kitab yang dikarangnya. Tulisan-tulisannya  meliputi karya pendek,  berupa berbagai pedoman ibadah praktis, sampai  tafsir al-Qur’an –  sebagian besarnya merupakan syarah kitab-kitab para  pengarang besar  terdahulu.
Berikut contoh beberapa karya  Nawawi, mulai dari  fikih, tafsir, sampai bahasa Arab, yang kita kutip  dari H Rafiuddin  (Sejarah Hidup dan Silsilah al-Syeikh Kyai Muhammad  Nawawi Tanari, 1399  H):
- Sulam al-Munajah, syarah atas kitab Safinah ash-Shalah, karya Abdullah ibn Umar al-Hadrami.
- Al-Tsimar al-Yaniat fi riyadl al-Badi’ah, syarah atas kitab Al-Riyadl al-Badi’ah fi Ushul ad-Din wa Ba’dhu furu’usy Sar’iyyah ’ala Imam asy-Syafi’i karya Syekh Muhammad Hasballah ibn Sulaiman.
- Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Jawazain, kitab fikih mengenai hak dan kewajiban suami-istri
- Nihayatuz Zain fi Irsyad al-Mubtadiin, syarah atas kitab Qurratul ’aini bi muhimmati ad-din, karya Zainuddin Abdul Aziz al-Maliburi.
- Bahjat al-Wasil bi Syarhil Masil, syarah atas kitab Ar-Rasail al-Jami’ah Baina Ushul ad-Din wal-Fiqh wat-Tasawuf, karya Sayid Ahmad ibn Zein al-Habsyi.
- Qut al-Habib al-Ghaib, Hasyiyah atas syarah Fathul Gharib al-Mujib karya Muhammad ibn Qasyim al-Syafi’i.
- Asy-Syu’ba al-Imaniyyat, ringkasan atas dua kitab yaitu Niqayyah karya al-Sayuthi dan al-Futuhat al-Makiyyah karya Syekh Muhammad ibn Ali.
- Marraqiyyul ’Ubudiyyat, syarah atas kitab Bidayatul Hidayah karya Abu hamid ibn Muhammad al-Ghazali .
- Tanqih al-Qaul al-Hadits, syarah atas kitab Lubab al-Hadits karya al-Hafidz Jalaluddin Abdul Rahim ibn Abu Bakar as-Sayuthi.
- Murah Labib li Kasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid, juga dikenal sebagai Tafsir Munir.
- Qami’al Thughyan, syarah atas Syu’ub al Iman, karya Syekh Zaenuddin ibn Ali ibn Muhammad al-Malibari.
- Salalim al-Fudlala, ringkasan/risalah terhadap kitab Hidayatul Azkiya ila Thariqil Awliya, karya Zeinuddin ibn Ali al-Ma’bari al-Malibari.
- Nasaih al-Ibad, syarah atas kitab Masa’il Abi Laits, karya Imam Abi Laits.
- Minqat asy-Syu’ud at-Tasdiq, syarah dari Sulam at-Taufiq karya Syeikh Abdullah ibn Husain ibn Halim ibn Muhammad ibn Hasyim Ba’lawi.
- Kasyifatus Saja, syarah atas kitab Syafinah an-Najah, karya Syekh Salim ibn Sumair al-Hadrami.
Dalam pada itu, YA Sarkis menyebut 38 karya  Nawawi  yang penting, yang sebagiannya diterbitkan di Mesir. Misalnya  Murah  Labib, yang juga dikenal sebagai Tafsir Munir.
Berikut beberapa contoh karya Nawawi yang penting  yang terbit di Mesir (Dhofier, 86):
- Syarah al-Jurumiyah, isinya tentang tata bahasa Arab, terbit tahun 1881.
- Lubab al-Bayan (1884).
- Dhariyat al-Yaqin, isinya tentang doktrin-doktrin Islam, dan merupakan komentar atas karya Syekh sanusi, terbit tahun 1886.
- Fathul Mujib. Buku ini merupakan komentar atas karya ad-Durr al-Farid, karya Syekh Nahrawi (guru Nawawi) terbit tahun 1881.
- Dua jilid komentar tentang syair maulid karya al-Barzanji. Karya ini sangat penting sebab selalu dibacakan dalam perayaan-perayaan maulid.
- Syarah Isra’ Mi’raj, juga karangan al-Barzanji.
- Syarah tentang syair Asmaul Husna.
- Syarah Manasik Haji karangan Syarbini terbit tahun 1880.
- Syarah Suluk al-Jiddah (1883)
- Syarah Sullam al-Munajah (1884) yang membahas berbagai persoalan ibadah.
- Tafsir Murah Labib.
Syekh Nawawi menjadi terkenal dan dihormati  karena  keahliannya menerangkan kata-kata dan kalimat-kalimat Arab yang  artinya  tidak jelas atau sulit dimengerti yang tertulis dalam syair  terkenal  yang bernafaskan keagamaan. Kemasyhuran Nawawi terkenal di  hampir  seluruh dunia Arab. Karya-karyanya banyak beredar terutama di   negara-negara yang menganut faham Syafi’iyah. Di Kairo, Mesir, ia sangat   terkenal. Tafsirnya Murah Labib yang terbit di sana diakui   mutunya dan memuat persoalan-persoalan penting sebagai hasil diskusi dan   perdebatannya dengan ulama al-Azhar.
Di  Indonesia khususnya di kalangan pesantren dan  lembaga-lembaga  pendidikan Islam, serta peminat kajian Islam Syekh  Nawawi tentu saja  sangat terkenal. Sebagian kitabnya secara luas  dipelajari di  pesantren-pesantren Jawa, selain di lembaga-lembaga  tradisional di  Timur tengah, dan berbagai pemikirannya menjadi kajian  para sarjana,  baik yang dituangkan dalam skripsi, tesis, disertasi, atau  paper-paper  ilmiah, di dalam maupun luar negeri.
Beberapa karya ilmiah tentang Syekh Nawawi yang  ditulis sarjana kita antara lain:
- Ahmad Asnawi, Pemikiran Syekh Nawawi al-Bantani tentang Af’al al-’Ibad (Perbuatan Manusia), (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1984).
- Ahmad Asnawi, Penafsiran Syekh Muhammad nawawi tentang Ayat-ayat Qadar. (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1987).
- Hazbini, Kitab Ilmu Tafsir Karya Syeikh Muhammad Nawawi, (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1996).
- MA Tihami, Pemikiran Fiqh al-Syeikh Muhammad Nawawi al-Bantani, (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1998).
- Sri Mulyati, Sufism in Indonesia: Analysisof Nawawi al-Bantani’s Salalim al-Fudhala, (Tesis Mgister McGill University, Kanada, 1992).
- Muslim Ibrahim Abdur Rauf, Al-Syeikh Muhammad Nawawi al-Jawi: Hayatuhu wa Atsaruhu fi al-Fiqh al-Islami. (Tesis Magister, Al-Azhar University, Kairo, 1979).
Nawawi dan Polotik Kolonialisme
Syekh  Nawawi memang tidak seaktif Syekh Nahrawi yang  menyerukan jihad dalam  menghadapi kekuasaan asing di Nusantara. Toh dia  merasa bersyukur juga  ketika mendengar betapa Belanda menghadapi banyak  kesulitan di Aceh.  Dalam pembicaraannya dengan Snouck Hurgronje, dia  tidak menyetujui  pendapat bahwa tanah Jawa harus diperintah oleh orang  Eropa.
“Andaikata  Kesultanan Banten akan dihidupkan kembali,  atau andaikata sebuah  negara Islam independen akan didirikan di sana,  pasti dia akan  betul-betul merupakan kegiatan suatu kelompok orang  fanatik yang tidak  teratur,” kata Hurgronje, yang pernah menetap selama  enam bulan di  Mekah (dalam penyamaran), 1884-1885. Tak heran, jika ia  memandang  pemberontakan petani di Cilegon (1888) yang dipimpin KH Wasid,  sebagai  jihad yang diperintahkan.(suryana sudrajat dan abdul  malik/artikel  ini juga bisa dibaca di buku Jejak Ulama Banten, dari  Syekh Nawawi  Hingga Abuya Dimyati, penerbit Humas Setda Provinsi Banten,  2004)
Sumber : http://mbakdloh.wordpress.com/biografi-kyai/syekh-nawawi-al-bantani/
Sumber : http://mbakdloh.wordpress.com/biografi-kyai/syekh-nawawi-al-bantani/


.png)











 
0 komentar: to “ Syekh Nawawi Al-Bantani ”
Posting Komentar