Jokowi, Walikota Solo Forester Yang Suka Musik Cadas  

Jakarta - Joko Widodo. Lelaki berbadan tinggi-kurus ini akrab disapa Jokowi. Saat bangsa ini rindu akan sosok pemimpin yang dicintai rakyat, ia adalah prototype. Jokowi meraih lebih dari 90 persen suara dalam pemilihan kepala daerah 2010 bahkan tanpa kampanye. Sebagai
seorang incumbent, ia konsisten bersikap independen. Namun siapa sangka, di balik pesonanya, Jokowi muda berambut gondrong dan suka musik cadas?

Jokowi adalah Solo hari ini. Ia membangun jalur pedestrian sepanjang 5,6 kilometer di sisi selatan Jalan Slamet Riyadi, jalan protokol di Kota Solo, Jawa Tengah. Citywalk bagi pejalan kaki itu sejajar dengan jalur untuk kendaraan bermotor, sepeda dan becak, dan rel kereta api. Namun, Jokowi juga adalah masa lalu sekaligus masa depan. Di rel kereta api tersebut, masih melintas setiap hari kereta api feeder jurusan Solo-Wonogiri. Sejak September 2009, sebuah kereta api uap menggenapi suasana kuno itu, beroperasi Sabtu-Minggu untuk pariwisata.

Sepur Kluthuk Jaladara, demikian ia menamai kereta api berloko uap tipe C.12.18 bikinan Jerman pada 1896 dengan dua gerbong jenis CR 144 dan CR 16 tersebut. Inilah satu-satunya kereta api kuno berloko uap di Indonesia, bahkan di dunia, yang beroperasi membelah pusat kota. Berbahan bakar kayu jati pula. Sekali jalan, Sepur Kluthuk menghabiskan bahan bakar 4-6 meter kubik kayu jati dan 500 kiloliter air senilai Rp 3,2 juta. Jokowi memboyong heritage ini dari Museum Kereta Api Ambarawa, Jawa Tengah. Puluhan tahun lalu, kereta api berkapasitas 72 penumpang itu dioperasikan untuk trayek Stasiun Amba-rawa-Stasiun Jambu.

”Inilah salah satu wajah dari tagline kota: ‘Solo masa depan adalah Solo masa lalu’. KA Feeder Solo–Wonogiri dan Sepur Kluthuk Jaladara adalah simbol masa silam. Perte-ngahan Februari, kami pre-launch Railbus, sebuah kereta api commuter dalam dan antarkota, sebagai simbol masa depan,” kata Jokowi. Seluruh moda transportasi kereta api ini melintasi rel peninggalan Nederlandsch Indi Spoor Maatschappig (NIS) pada 1923, yang berada di Jalur Lintas Raya yang terhubung sampai Jakarta.

Sebagai langkah awal, Jokowi membongkar rel dalam kota yang terpendam aspal jalan dan bangunan – baik di dalam kota maupun sayap-sayap kota. ”Kami berharap Railbus tidak hanya beroperasi di Solo. Pada 2010, semoga Railbus terkoneksi dengan Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Karanganyar, Klaten dan Boyolali,” seru suami Iriana, dan ayah dari Gibran Rakabuming Raka, Kahiyang Ayu, dan Kaesang Pangarep ini. Railbus juga membuka akses Bandara Internasional Adi Soemarmo.

Menurut Jokowi, sistem transportasi publik yang terpadu adalah jawaban atas sebagian masalah terbesar manusia. Namun, bukan untuk hari ini saja, melainkan untuk dekade-dekade berikutnya. ”Sejak Desember 2010, kami meluncurkan pula Solo Batik Trans, dan pada Februari ini pula kami menyusulkan Bus Tingkat, bus yang berjalan lebih pelan lagi dan enak ditumpangi sambil menikmati suasana Solo yang alon-alon waton kelakon (pelan tapi pasti),” jelas Jokowi.

Solo lagi-lagi menjadi proyek percontoh-an ketika Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono meresmikan kerja sama kota ini dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. ”Solo dan Yogyakarta menjadi yang pertama di Indonesia yang menerapkan Sistem Terpadu Tiket Transportasi. Cukup dengan Smart Card yang bisa diisi ulang, penumpang dapat memanfaatkan Solo Batik Trans, Yogya Trans, dan Kereta Api Prambanan Ekspress jurusan Solo–Yogyakarta. Terhubung pula dengan Bandara Internasional Adi Sucipto via underpass dari Stasiun Maguwo,” ujar Jokowi.
Smart Card terbagi atas Reguler Trip Card untuk berbagai jurusan dalam kurun tertentu sesuai deposit yang tersedia, Single Trip Card untuk sekali jalan, dan Student Trip Card khusus untuk pelajar. ”Kami ingin mendidik para pelajar untuk memanfaatkan moda transportasi umum sedini mungkin. Dalam waktu dekat, kami canangkan gerakan Bike to School. Menyusul kemudian, Bike to Work.”

Kebijakan Jokowi ini layak ditiru oleh para pemimpin di kota-kota lain. Selain untuk mengantisipasi kemacetan 30-50 tahun ke depan, forester lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta tahun 1985 ini mempertimbangkan masa depan lingkungan hidup. ”Kota yang sehat adalah kota yang memberi fasilitas sebesar-besarnya bagi pejalan kaki dan pesepeda. Kota ini penuh dengan program-program ramah lingkungan, termasuk non-motorized policy yang sedang kami matangkan konsepnya,” tutur Jokowi.

Walikota berlatar belakang pengusaha mebel ini memastikan, ia tidak akan menye-diakan fasilitas parkir di tengah kota untuk motor dan mobil. Sebaliknya, ia akan menye-diakan sepeda gratis di sejumlah titik. ”Dilengkapi GPS (Global Positioning System), sepeda itu tidak akan hilang. Saya akan dorong orang-orang untuk bersepeda. Dimulai dari siswa-siswi ke sekolah dilarang naik motor, apalagi mobil,” cetus Jokowi. Ia telah memulainya dengan meng-adakan Car Free Day di Jalan Slamet Riyadi, Minggu pagi. Siapa pun bebas berjalan dan bersepeda di jalan protokol.

Bekerja sama dengan Cities Development Innitiative for Asia (CDIA) dan German Technical Cooperation (GTZ), Jokowi memiliki visi bahwa kemacetan tidak untuk diatasi hari ini juga, namun untuk diantisipasi sejak hari ini. Sejak awal, ia juga menolak jalan layang di dalam kota. Secara pribadi Jokowi kurang sreg dengan Jalan Tol Solo–Semarang, juga jalan-jalan tol lainnya di Pulau Jawa. ”Dinamika masyarakat jalan tol akan sangat cepat, bisa berdampak negatif bagi Solo. Selain itu, Pulau Jawa sebenarnya tidak cocok untuk jalan tol karena tanahnya yang subur selayaknya untuk kepentingan agraria,” kata Jokowi, ”Saya lebih setuju jika kita memaksimalkan kereta api.”

Kota dalam Kebun
Ya, Jokowi adalah seorang forester sejati. Kecintaannya pada tumbuhan, taman, hutan dan kayu membawanya keliling dunia untuk memasarkan mebel dan belajar mengelola tanaman dengan baik. Inilah yang kemudian banyak menginspirasi lelaki kelahiran Solo, 21 Juni 1961 itu dalam mengembalikan kota ini ke jati dirinya sebagai kawasan tradisi yang sejuk. ”Grand design tata ruang Solo adalah eco-cultural city. Lingkungan hidup dan kebudayaan hidup berdampingan,” cetusnya.

Dimulai dengan merintis hijauan di sepanjang jalur Citywalk, kini Jokowi mengembangkan jalur pedestrian di penjuru lain kota ini. Taman-taman kota telah direvitalisasi. Kawasan bantaran sungai ia sulap menjadi Green Belt atau Sabuk Hijau. ”Taman Sekartaji seluas total 38 hektare di sepanjang Kali Anyar kini tak hanya menjadi peneduh, tapi juga area yang indah dan paru-paru kota,” jelasnya. Taman Balekambang, yang tiga tahun lalu masih kumuh oleh permukiman liar dan kesenian rakyat Wayang Tobong, kini bukan hanya paru-paru kota dan catchment area atau daerah tangkapan air, tapi juga kawasan wisata.

Tidak salah Wakil Presiden Boediono telah mencanangkan Solo sebagai the Indonesian City of Charm dalam the 7th China-ASEAN Expo, di Nanning, Guangxi, Cina, Oktober 2010. Untuk meneguhkan ikon tersebut, Jokowi bercita-cita mewujudkan desain tata kota lima tahunan pada periode kedua kepemimpinannya. ”Dalam lima tahun ke depan, Solo akan menjadi Kota Dalam Kebun. Setiap ruang publik terbuka yang belum ada hijauannya, kita tanami tanpa kecuali. Pagar-pagar dinding dan besi dirobohkan, diganti pagar hidup, atau ditanami rambatan.”

Dia berharap, 30-35 persen wilayah kota akan menjadi kebun dan pada 15 tahun ke depan bahkan akan menjadi hutan. ”Ya, karena dalam jangka panjang, desain tata kota ini adalah Kota Dalam Hutan. Isu pemanasan global, climate change, dan green city telah menjadi perbincangan dunia – dan Solo tak mau ketinggalan untuk mengambil peranan positif,” kata Jokowi. ”Saya akan memimpin sendiri program ini. Saya akan datangi setiap rumah, bank, kantor, sekolah, dan gedung lainnya, mengajak rakyat menanam pagar hidup dan beraneka pohon.”

Jokowi berpendapat, kerusakan lingkungan di negeri ini terjadi karena pemerintah tidak berani dan tegas dalam mengendalikan arus pembangunan. ”Acapkali terjadi pengalihan fungsi dari yang semula persawahan dijadikan permukiman, misalnya. Jangan ada toleransi sedikit pun. Kami berhasil menanggulangi 80 persen masalah banjir karena merelokasi warga di bantaran dan menerapkan edukasi untuk tidak membuang sampah di sungai,” jelas Jokowi. Sedangkan terhadap perajin batik dan tahu, ia mewajibkan kepemilikan IPAL (Instalansi Pengolahan Air Limbah), setidaknya secara komunal.

Spirit of Java
Barometer politik nasional dengan sejarah panjang, itulah Solo. Berembrio dari Keraton Surakarta Hadiningrat, kota yang kini berusia 266 tahun itu mencatat sejarah pendirian Solosche Radio Vereeniging (SRV), stasiun radio pertama di Indonesia, pada 1 April 1933, dan Persatuan Wartawan Indonesia pada 9 Februari 1946, di Monumen Pers. Museum Radyapustaka juga adalah yang pertama di Nusantara, didirikan pada 28 Oktober 1890. Sarekat Dagang Islam, organisasi kebangsaan pertama di Indonesia, pada 1905, Persatuan Guru Republik Indonesia pada 1945, Pekan Olahraga Nasional pertama di Stadion Sriwedari pada 1948, dan Rehabilitasi Centrum Prof Dr Soeharso – satu-satunya rumah sakit ortopedi di tanah air – semua berdiri di Solo.

”Solo adalah kota tradisi dan kebudayaan, kota bersejarah, sekaligus kota pergerakan. Jika tidak dapat mengelolanya dengan baik, Solo justru akan memberi dampak negatif bagi negeri ini,” kata Jokowi. Menyadari kenyataan sosial tersebut, ia mengedepankan jurus dialog untuk mencapai tujuan. Jokowi juga menafikan Undang-Undang Administrasi Kependudukan Nomor 23 tahun 2006, yang dinilai mendiskriminasikan penganut aliran kepercayaan yang tidak diakui sebagai agama. ”Di sini komplit. Fundamentalis Islam, Kristen, Kejawen, ada. Kanan, kiri, tengah, ada. Semua saya rangkul,” ujarnya.

Menurut Jokowi, itulah spirit masyarakat Jawa sesungguhnya: rukun agawe sentosa, hidup rukun makmur. ”Itu pula roh dari seluruh gerak kerja kami, yaitu Solo, the Spirit of Java. Tatanan perilaku mengenai budi-pekerti, sopan-santun, unggah-ungguh, mendasari kehidupan kami,” terangnya. Secara fisik, Jokowi menerapkan hal tersebut dalam bentuk pemberlakuan Aksara Jawa di seluruh papan nama kantor, sekolah, gedung, bank, mal, dan fasilitas publik lainnya. Bahasa Jawa dijadikan sebagai mata ajar sekolah, dan busana adat dipakai dalam upacara bendera pada hari tertentu.
Perjuangan Jokowi menghidupkan kembali ”the living heritage” tidak hanya berhenti di level lokal. Pada 2006, dia berhasil membawa Solo terdaftar dalam Organization of World Heritage Cities – dan menjadi satu-satunya dari Indonesia – pada 2006. Pada 2007, Solo bahkan menjadi tuan rumah the World Heritage Cities Conference and Expo, yang menghasilkan ”Deklarasi Solo”. Pada 2008, Unesco kemudian mengakui Wayang Kulit sebagai Warisan Budaya Dunia dengan dalang Ki Manteb Sudharsono dari Solo sebagai wakil Indonesia yang menerima anugerah tersebut.

”Masyarakat dunia menunjukkan kepedulian yang besar terhadap heritage di kota ini. Meski banyak di antaranya sudah terlanjur dikuasai oleh perorangan dan swasta, hal itu tidak menghentikan langkah kami untuk merawat merestorasi, merekonstruksi, dan merevitalisasi Cagar Budaya,” papar Jokowi. Keterbatasan anggaran pemerintah kota, dan masih minimnya bantuan pusat, tidak membuatnya mundur barang selangkah.
Fisik bangunan Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran yang memerlukan perbaikan segera juga menjadi perhatian Jokowi. Ia tak ingin terjebak pada perselisihan antara Raja Paku Buwono XIII Hangabehi di dalam keraton dan Raja Paku Buwono XIII Tedjowulan di luar keraton – keduanya putra Raja Paku Buwono XII yang wafat tanpa mewariskan tahta. ”Yang menjadi perhatian utama saya justru bagaimana budaya adiluhung bisa dihidupkan lagi dalam kehidupan sehari-hari dan tradisi kesenian berbasis kampung bisa direvitalisasi melalui sanggar-sanggar,” ungkap Jokowi.

Ia mengaku prihatin Solo hanya memiliki sebuah museum – sebab ia percaya bahwa peradaban negeri diukur dari bagaimana museum dimiliki dan dirawat. ”Pada periode pertama, saya sempat mengusulkan pendirian Museum Keris, Museum Topeng, dan Museum Artefak, entah me-ngapa ditolak DPRD,” kata Jokowi. Namun, kenyataan politik pun tak menghadang jalannya menggagas sebuah Opera House berkapasitas 10 ribu penonton untuk mengadakan pergelaran kesenian kelas dunia. ”Konsep sudah matang, lahan sudah disiapkan. Tinggal finalisasi,” tegas Jokowi.

Ia telah bercengkerama dengan budaya-wan Goenawan Mohamad, Direktur Program Komunitas Utan Kayu dan Salihara, Sitok Srengenge, Triyanto Triwikromo, dan banyak lagi, demi menyusun konsepnya. Jokowi juga telah menggelar ber-bagai festival, dua di antaranya adalah Solo International Ethnic Music dan Solo Batik Carnival. ”Kota ini punya potensi, kekuat-an, dan keistimewaan. Solo kaya dengan industri kreatif. Asal dikelola dengan cara dan standar internasional, hal itu akan menjadi pertunjukan layak tonton.”
Jokowi memang seorang lelaki kurus dengan cita-cita yang besar. Ia menilai sangat penting bagi sebuah kota untuk mempunyai tempat pertunjukan yang representatif untuk menggelar festival kelas dunia, mulai dari musik, tari, hingga teater. ”Seni budaya lokal juga selayaknya diperkuat karakternya untuk kemudian dibawa ke kancah internasional atau dipanggungkan bersama artis dunia.”

Memanusiakan Manusia
Voorijder tidak ada dalam kamus protokoler seorang Jokowi. Dalam perjalanan dinas ke mana pun, di dalam atau ke luar kota, ia hanya didampingi seorang ajudan dan Suliadi, sopirnya yang setia. Mobil dinasnya, Toyota Camry keluaran tahun 2002, adalah peninggalan Slamet Suryanto, walikota sebelumnya, bisa tiba-tiba berhenti di mana saja. Tanpa sungkan, Jokowi turun santai menemui rakyat tanpa jarak. Ia tidak bossy atau sok penting. Jokowi memanusiakan manusia.

Suatu ketika, dalam perjalanan dinas ke Nusukan, sebuah kampung di Solo Utara, mobil dinasnya yang tua mogok. ”Saya tidak mau merepotkan orang banyak. Saya telepon Gibran, anak sulung saya, minta dijemput. Dia datang dengan mobil Toyota Kijang tua kami. Saya pulang dengannya, mobil dinas pulang dengan derek. Hidup saya semudah itu saja,” ungkap Jokowi. Mobil dinas tersebut tiga hari masuk bengkel dan Jokowi tidak lantas marah, apalagi minta mobil dinas baru. ”Saya tidak birahi pada mobil,” tukasnya.
Jokowi juga selalu menemui sendiri warga untuk berdialog. Misalnya, demi melegakan para pengayuh becak yang protes terhadap pembangunan shelter Batik Solo Trans di depan Stasiun Purwosari, lantaran dianggap menghalangi areal mangkal mereka, ia memerintahkan investor menggesernya. Itu tak seberapa. Jokowi punya kisah lagi yang menghentak perhatian masyarakat dunia.

”Saya diundang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk berbicara selama delapan menit dalam Forum Governing Council 2008. Mereka ingin mendengarkan paparan saya tentang konsep Tata Ruang Kota dan Penataan Pedagang Kaki Lima Tanpa Kekerasan,” jelas Jokowi. Dia menjadi walikota pertama dan satu-satunya dari Indonesia yang pernah diundang dalam forum terhormat itu.

Di hadapan wakil-wakil dari berbagai negara di dunia, Jokowi memaparkan keberhasilannya menertibkan PKL tanpa aksi represi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Kunci sukses Jokowi adalah jamuan makan. Ya, sang walikota meng-undang para PKL untuk makan siang dan makan malam di Lojigandrung, rumah dinasnya. ”Totalnya, 54 kali jamuan makan! Sambil beramah-tamah, kami bicara dari hati ke hati tentang apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, dan ketakutan mereka jika direlokasi. Dari sanalah konsep lapangan dirangkum,” jelasnya.

Jokowi memperlakukan PKL sama terhormatnya dengan pedagang pasar tradisional, tenant, toko, mal, supermarket, dan pelaku ekonomi lainnya. Ia bahkan memberikan perhatian lebih pada Usaha Kecil Menengah. ”Pada periode pertama 2005-2010, kami telah berhasil merevita-lisasi 15 pasar tradisional sehingga mampu bersaing dengan pasar modern. Lalu, merelokasi 23 titik PKL dan mendirikan 5 Badan Usaha Milik Masyarakat (BUMM) sebagai percontohan. Saya ingin masyarakat mandiri secara produksi, tata kelola keuangan, dan pemasaran, dengan manajemen modern,” terang Jokowi.

Menurut dia, kesalahan terbesar seorang kepala daerah adalah memberi kemudahan izin kepada investor besar untuk membangun mal dan supermarket, namun tidak memberi ruang bagi PKL dan mengabaikan pasar tradisional. ”PKL adalah aset. Terbukti, merekalah yang paling mampu bertahan ketika Indonesia dihem-pas krisis moneter. Mereka harus diberi fasilitas, entah dalam bentuk shelter, tenda, gerobak, atau pasar,” cetusnya. Sebaliknya, Jokowi mempersulit izin pendirian mal dan supermarket.

Selama menjabat walikota, ia mengaku menerima permohonan izin untuk lebih dari 20 mal, namun semua ditolaknya. Grand Mall dan Solo Square adalah dua mal di Solo yang diberi izin walikota sebelumnya. Tapi, Jokowi mengaku mengizinkan pendirian Paragon Apartemen. Yang terpenting, menurut dia, investor harus bersedia memberikan fasilitas publik. ”Bantuan asing untuk pembangunan banyak yang datang ke Solo. Antara lain, dari UN Habitat, Aus Aid, GTZ, dan CDIA. Namun untuk investasi, saya mengutamakan investor lokal yang kompeten dan kompetitif.

Dengan gaya kepemimpinannya, Jokowi sukses mendongkrak Penghasilan Asli Daerah yang hanya Rp 54 miliar pada tahun pertama ia menjabat, menjadi Rp 146 miliar pada 2010. Sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Solo sebesar Rp 1,03 triliun, pendapat-an per kapita Rp 14,6 juta, dan Upah Minimum Regional Rp 835 ribu. Tentang berapa gaji walikota, Jokowi menjawab,”Tidak tahu. Saya memang menandatangani gaji bulanan, tapi ya cuma teken. Tidak pernah saya ambil. Lihat amplopnya saja tidak pernah.”

Bekerja untuk Rakyat
Jokowi tidak peduli penghargaan Adipura untuk kota terbersih di Indonesia sudah bertahun-tahun tidak diterima Kota Solo–yang notabene langganan selama Orde Baru. Ia mengaku disuruh bekerja untuk rakyat bukan untuk mencari penghargaan. ”Tapi untuk membuat rakyat hidup sehat, aman, nyaman, mudah, senang, damai, gembira, dan yang enak-enak,” sergahnya. ”Soal penghargaan, saya tak ambil pusing. Mau dinilai baik, jelek, atau apa, monggo.”

Dinobatkan oleh Majalah Tempo sebagai salah satu dari 10 tokoh berpengaruh di Indonesia pada 2008 tidak lalu menjadikannya merasa ditokohkan. Ia tetap sosok yang rendah hati. Begitu pula ketika dianugerahi Bung Hatta Award 2010, bersama Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto, Jokowi tidak jumawa. ”Saya ya tetap begini ini. Yang penting, jangan coba-coba menyuap saya. Jangan coba-coba korupsi jika tak ingin saya pecat!” serunya. Beberapa kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), camat, dan lurah, di Solo telah menjadi ”korban” dari ketegasan itu.

Jokowi telah memangkas jalur pengurus-an perizinan dan administrasi kependudukan menjadi sangat murah dan mudah. ”Proses perizinan yang dulu butuh delapan bulan, sudah saya potong jadi enam bulan, lalu empat bulan, sekarang cukup enam hari. Pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang sebelumnya 2-3 minggu, kini cukup satu jam. Dan, jangan pernah menyogok petugas kami,” tambah walikota yang tidak hobi pidato tersebut.

Meski bangga Solo masuk sebagai tiga besar kota paling tidak korup di Indonesia versi Transparency International Indonesia (TII), bersama Tegal dan Denpasar, pada 2010, Jokowi masih melakukan otokritik. ”Ketiga kota tersebut hanya mendapat nilai 6. Artinya, masih ada 4 keburukan yang harus kita benahi – jika skala nilainya 10,” ujarnya.
Untuk menjaga diri dan keluarganya dari godaan korupsi, Jokowi mengambil garis tegas untuk memisahkan urusan pemerintah, perusahaan mebel miliknya, dan keluarga. Ia juga secara periodik melaporkan kekayaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ”Dulu, sebelum menjabat walikota, kekayaan saya Rp 9,8 miliar. Saat ini, kekayaan saya Rp 15 miliar. Naik cukup signifikan dari hasil usaha ekspor mebel ke berbagai negara,” paparnya.
Atas dedikasinya itu, banyak kalangan yang berharap Jokowi kelak akan menjadi pejabat negara di level lebih tinggi, atau bahkan menjadi seorang negarawan. Namun apakah ia tertarik? ”Sama sekali tidak. Kelak, kalau periode kedua sudah habis, saya kembali jadi tukang kayu saja.” Kalau ditawari jadi menteri? ”Tidak mau. Saya tidak ada potongan jadi menteri. Saya tidak suka di Jakarta.” Kalau dipilih jadi Gubernur Jawa Tengah? ”Tidak menarik. Malas. Saya di Solo saja. Maksimal jadi Ketua RT (Rukun Tetangga), cukup,” jawabnya.

Suka Musik Cadas
Jokowi memang pribadi yang menarik. Dia suka duduk di deretan belakang bersama warga di acara pergelaran musik keroncong atau wayang kulit. Ngobrol dengan mereka hingga lewat tengah malam. Namun siapa sangka, Pak Walikota ternyata menyukai musik aliran keras. ”Saya suka yang cadas. Rock. Metal! Membuat tergugah dan sangat bersemangat untuk berkarya,” serunya.

Sejak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), Jokowi remaja sudah mulai mendengarkan lagu-lagu Led Zeppelin, Metalicca, Napalm Death, Fear Factory, dan Lamb of God. Dia bukan penikmat The Police atau The Beatles. Meski mengaku hanya penikmat musik, dan bukan pemain, Jokowi merasa jiwa rocker hidup di hatinya. ”Dan kita tentu sepakat, tidak ada rocker yang tidak gondrong. Sejak SMA (Sekolah Menengah Atas), rambut saya gondrong sebahu sampai-sampai guru dan kepala sekolah bingung untuk menegur. Mereka gemas tapi khawatir menyinggung perasaan saya karena saya selalu juara umum,” kenang lulusan SMA Negeri 6 Solo ini.

Sewaktu kuliah, Jokowi meneruskan hobi merawat rambut panjang. Bahkan, ia menyebutnya sebagai ”gondrong berat”. ”Spirit rock dan metal adalah kebebasan. Saya merasa mendapatkan energi itu dari mendengar musiknya dan membiarkan rambut tumbuh panjang. Saat ini pun, saya membebaskan rambut anak-anak kami untuk gondrong, meski mereka harus merapikannya. Apa kata orang kalau anak-anak walikota berambut acak-acakan? Ha-ha-ha,” ujarnya.

Jokowi memangkas rambut dan menatanya dengan rapi sejak menikah dan menjalankan bisnis. Ia semakin rapi-jali sejak menjabat walikota. Namun Jokowi tidak menghentikan kegemarannnya mendengarkan musik keras di mobil, ruang kerja, atau ruang istirahat. ”Saya seorang forester yang suka musik cadas. Karakter itu tidak akan pernah terhapuskan oleh apa pun,” kata Jokowi.

Sumber : http://www.rollingstone.co.id/read/2011/06/27/135354/1669515/1100/artikel-lengkap-jokowi-walikota-solo-forester-yang-suka-musik-cadas